Akhirnya ada revisi UU ITE yang mulai diberlakukan ya? intinya itu ada poin bahwa yang bisa dijerat bukan hanya si pembuat tapi juga penyebar atau yang share gitu ya. Ketak-ketik sih setuju aja tapi ada tapinya. Setujunya itu karena memang saat ini pengguna sosmed itu makin kelewatan, seolah komentar kasar sesukanya dan terutama share hal-hal yang mereka gak peduli itu hoax atau bukan tapi terus-terusan dishare. Mereka seolah gak peduli share tulisan situs-situs provokatif gak jelas itu aslinya bikin suasana makin panas.
Harusnya itu tuh yang bikin situs-situs
bernuansa provokatif atau penebar kebencian ditindak dong ya, kalau cuma
di blokir aja gak kapok, misal tuh dari yang tadinya dot com diblokir
ganti dot info terus sekarang jadi dot co. Ada yang tau situs apa? ya
itu lah pokoknya isinya cinderung provokatif.
Dengan adanya revisi UU ITE ini mungkin
ada yang merasa takut? karena sekarang bukan hanya pembuat tapi share
pun bisa kena gitu kan? ya jangan anggap untuk menakut-nakuti tapi
anggap aja sebagai pengingat agar kita selalu sopan dan santun dalam
bersosial media serta bijak dalam share info-info di sosial media.
Nah tapinya adalah gimana dengan orang
yang benar-benar gak tau dan menganggap bahwa semua berita didunia maya
itu benar? Dan mereka tetep nyebarin kemana-mana, bahkan gak hanya
didunia maya, didunia nyata juga bisa menyebar tak terkendali.
Misal kemarin hari minggu 27 November
2016 aku berada dalam kumpulan ibu-ibu guru dan sekitarnya. Apa yang
mereka ributin? heboh kabar penculikan anak, mereka begitu heboh tapi
aku hanya diam. Aku bingung mau ngomong apa? aku mau jelasin soal jangan
mudah percaya informasi dari sosmed tapi gak mungkin, karena aku tau
mereka pasti ngeyel, entar takutnya aku malah dikeroyok *hahaha.
Akhirnya aku diam sampai akhirnya ada salah satu ibu guru mendekatiku,
tanya “piye nduk wis delok beritane seko fesbuk durung?” aku
geleng-geleng kepala (pura-pura aja gak gaul, padahal tiap hari mainan
pesbuk). Terus si ibu lihatin gambar dari ponselnya, dia bilang “iki loh
bocah-bocah iki dioperasi dijupuk ginjale”. Intinya ibuknya itu cerita
dapat informasi dari facebook penculikan anak yang diambil ginjalnya,
katanya tuh anak-anak dibawa pakai truk tronton bla-bla-bla…. Dan
ibu-ibu itu nampak sangat percaya banget gitu loh. Aku cuma syok, diam
mau ngomong apa? Padahal aku lihat juga gambar yang ditunjukan si ibu
itu wajah-wajah bocah luar negeri, dan nampaknya itu foto editan juga
deh.
Tau kan dampaknya ibu-ibu kalau
ngerumpi? sekali cuap langsung mak wusss merembet dari mulut ke mulut,
dalam waktu sekejab satu kampung tau, akhirnya kini resah soal kasus
penculikan anak dan itulah yang terjadi dilingkunganku. Itu baru soal
heboh penculikan anak, belum lagi soal kasus Ahok. Apakah didesa juga
pada ngerumpi soal Ahok? oh jangan salah, ngerumpinya malah neko-neko
loh…
Mungkin perlu diperbanyak informasi atau
penyuluhan atau apalah gitu ya, biar semakin banyak orang yang tau
bahwa informasi didunia maya itu tidak semuanya benar, ini seolah hal
sepele tapi nyatanya masyarakat banyak yang gak tau loh. Biar mereka
tuh gak gampang percaya berita hoax dan gak mudah juga share atau
menyebarnya. Misalnya mungkin perlu ya di tv itu ada acara sinetron atau
program tv atau pesan masyarakat atau apalah gitu yang menyampaikan
pada masyarakat agar gak gampang percaya berita hoax. Tapi embuhlah, tv
jaman sekarang beritanya pun kayak embuh bikin gaduh.
Tapi soal UU ITE ini bukan hanya soal
info hoax penebar kebencian dll ya, mengeluh pun bisa jadi dianggap
mencemarkan nama baik loh. Jadi harus berhati-hati. Misal ini
orang-orang yang pernah terjerat kasus UU ITE (sebelum revisi) - (sumber
detikcom):
Soal poin-poin perubahan UU ITE yang baru adalah sebagai berikut (copy dari detikcom):
1. Untuk menghindari
multitafsir terhadap ketentuan larangan mendistribusikan,
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal
27 ayat (3), dilakukan 3 (tiga) perubahan sebagai berikut:a. Menambahkan penjelasan
atas istilah “mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik”.
b. Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan bukan delik umum.
c. Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.
2. Menurunkan ancaman pidana pada 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:
a. Ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diturunkan dari pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi paling lama 4 (tahun) dan/atau denda dari paling banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
b. Ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
3. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:
a. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.
b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
4. Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut:
a. Penggeledahan dan/atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
b. Penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1×24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
5. Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):
a. Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi;
b. Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.
6. Menambahkan ketentuan mengenai “right to be forgotten” atau “hak untuk dilupakan” pada ketentuan Pasal 26, sebagai berikut:
a. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
b. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.
7. Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40:
a. Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang;
b. Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
dr pojokan
b. Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan bukan delik umum.
c. Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.
2. Menurunkan ancaman pidana pada 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:
a. Ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diturunkan dari pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi paling lama 4 (tahun) dan/atau denda dari paling banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
b. Ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
3. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:
a. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.
b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
4. Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut:
a. Penggeledahan dan/atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
b. Penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1×24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
5. Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):
a. Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi;
b. Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.
6. Menambahkan ketentuan mengenai “right to be forgotten” atau “hak untuk dilupakan” pada ketentuan Pasal 26, sebagai berikut:
a. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
b. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.
7. Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40:
a. Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang;
b. Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
Intinya mari gunakan sosial media dengan
bijak, beretika, positif jangan sampai lupa etika, hindari bicara
kasar, menghina atau share informasi-informasi hoax, penebar kebencian
dll.
Salam ketak-ketik,
dr pojokan
sumber :http://widhawati.blogdetik.com/2016/11/29/revisi-uu-ite-bukan-untuk-menakuti-tapi-pengingat-agar-lebih-hatihati?_ga=1.15083638.1706338645.1480477797